Saturday, April 27, 2013

Contoh Persengketaan Internasional Part I

1. Adu Kekuatan Antara Palestina Dan Israel Dalam Masalah Tembok Pemisah

Setelah Mahkamah Internasional mengambil putusan, bahwa pembangunan tembok pemisah oleh Israel di tepi barat Sungai Yordan melanggar hukum internasional, Palestina dan negara-negara Arab menyelaraskan aksi untuk mendesak Israel menaati putusan Mahkamah Internasional itu. Bersamaan dengan itu, Perdana Menteri Israel Ariel Sharon menandaskan, Pemerintah Israel menolak menerima putusan Mahkamah Internasional tersebut, dan akan terus membangun tembok pemisah. Persengketaan antara Palestina dan Israel dalam masalah pembangunan tembok pemisah semakin sengit, dan memperjuangkan sokongan masyarakat internasional menjadi fokus perjuangan kedua pihak.

Mahkamah Internasional dalam putusannya mengatakan, Israel berkewajiban menghentikan tindakannya yang melanggar hukum internasional , berkewajiban menghentikan tindakan membangun tembok pemisah di tanah Palestina yang diduduki termasuk Yerusalem, sementara itu membongkar tembok pemisah yang sudah dibangun di daerah tersebut, memberi ganti-rugi kepada Palestina akibat pembangunan tembok pemisah itu. Walaupun putusan itu tidak mempunyai kekuatan yang mengikat secara hukum yang memaksa, tapi mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam moral internasional, dan berkemungkinan menjadi dasar bagi PBB untuk mengambil aksi pada masa selanjutnya. Palestina berpendapat, putusan Mahkamah Internasional merupakan kemenangan bersejarah, sedangkan Israel segera mengambil langkah untuk mengantisipasi krisis itu, berupaya secara maksimal mengurangi pengaruh negatif akibat putusan itu .

Kini, pekerjaan pertama bagi Palestina ialah memobilisasi masyarakat internasional untuk mendesak Israel melaksanakan putusan Mahkamah Internasional itu, apabila tidak dapat mencapai tujuan itu, ia akan memperjuangkan sanksi PBB terhadap Israel . Untuk hal itu , Palestina telah mengambil tiga taktik yaitu pertama mendorong misi negara Arab di PBB untuk menuntut Majelis Umum PBB mengadakan sidang darurat sebelum dan sesudah tanggal 16 bulan ini, dalam rangka mendesak Israel menaati putusan Mahkamah Internasional, kedua, selama Sidang Majelis Umum PBB pada bulan September mendatang, menuntut meluluskan resolusi tentang sanksi terhadap Israel, dan ketiga, menghimbau Dewan Keamanan PBB melakukan pemungutan suara, agar meluluskan resolusi berkekuatan yang mengikat secara hukum yang mengenakan sanksi pada atau mendesak Israel menaati dan melaksanakan putusan Mahkamah Internasional itu.

Karena Resolusi Sidang Majelis Umum PBB tidak mempunyai kekuatan yang mengikat secara memaksa, hasil pemungutan suara oleh Dewan Keamanan akan memainkan peranan yang menentukan. Menurut opini umum , mengingat penyokong tegas Israel adalah Amerika sampai saat itu pasti akan memberi suara menentang, hampir tidak ada kemungkinan Dewan Keamanan meluluskan resolusi yang mengenakan sanksi terhadap Israel. Oleh karena itu, Pejabat Palestina baru-baru ini menyatakan, sebelum pemilihan umum Amerika bulan November mendatang, rancangan resolusi terkait akan tidak disampaikan untuk sementara kepada Dewan Keamanan untuk dilakukan pemungutan suara.

Bagi Israel, Pemerintah Sharon jauh hari sudah memperkirakan Mahkamah Internasional akan mengambil putusan yang tidak menguntungkan bagi Israel. Walaupun Israel memang tahu, suara menentang yang diberi oleh Amerika di Dewan Keamanan akan menjamin supaya Israel terhindar dari sanksi, tapi untuk memelihara citranya di masyarakat internasional, Israel mengharapkan hal itu sebaiknya tidak disampaikan ke Dewan Keamanan.

Untuk memperjuangkan pengertian dan sokongan masyarakat internasional , Pemerintah Israel kemarin menyatakan akan merevisi garis bangunan sebagian tembok pemisah , agar lebih mendekati bagian sebelah Israel dari garis pemisah Palestina dan Israel tahun l967 , dan mengurangi pendudukannya terhadap tanah Palestina di tepi barat Sungai Yordan. Akan tetapi, yang harus ditunjukkan ialah direvisinya garis tembok pemisah oleh Israel adalah berdasarkan peraturan permainan sendiri bukan putusan Mahkaman Internasional itu. . Pada tanggal 30 bulan lalu, Mahkamah Agung Israel mengambil putusan yang menuntut Pemerintah Israel merevisi garis sebagian sektor tembok pemisah, agar mengurangi pengaruh bagi kehidupan orang Palestina setempat . Berbeda dengan Mahkamah Internasional , putusan Mahkamah Agung Israel itu berpendapat, membangun tembok pemisah adalah kebutuhan keamanan Israel , dan bukan percobaan politik untuk secara permanen mengubah garis pemisah Palestina dan Israel . Inilah sebab mengapa Pemerintah Israel menolak putusan Mahkamah Internasional tapi melaksanakan putusan Mahkamah Agung Israel .

2. Kasus Pembantai Warga Muslim Bosnia 


Mahkamah internasional akan melanjutkan persidangan terhadap tujuh petinggi militer Serbia yang diduga sebagai pelaku pembantaian warga Muslim Bosnia, hari ini, Senin (21/8). Sementara dua pelaku utamanya masih buron. Ketujuh tersangka itu, adalah orang-orang yang dianggap paling bertanggung jawab atas pembantaian sekitar 8.000 warga Muslim di Srebrenica pada masa perang Balkan era tahun 1990-an.

Pengadilan yang akan berlangsung di markas besar mahkamah internasional di Hague ini, merupakan pengadilan yang paling besar karena melibatkan tujuh tersangka secara bersamaan. Lima dari tujuh tersangka dikenai tuduhan genosida, kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Namun semua tersangka itu menyatakan tidak bersalah.

Meski demikian, dua tersangka utama dan yang dianggap paling bertanggung jawab atas pembantaian itu, yaitu Radovan Karadzic, mantan pemimpin Serbia dan komandan pasukan militernya, Ratko Mladic, hingga kini masih buron. Pengadilan yang digelar oleh mahkamah internasional merupakan langkah penting untuk mengadili para penjahat perang yang membantai warga Muslim di Bosnia, kejahatan perang paling buruk sejak perang dunia II.

Pengadilan itu secara resmi dimulai pada 14 Juli lalu, dengan agenda pembahasan masalah-masalah prosedur persidangan. Setelah reses pada musim panas kemarin, pengadilan dimulai kembali hari ini. Mantan petinggi militer Serbia yang diadili antara lain, Kepala Staff militer Serbia, Ljubisa Beara; Vujadin Popovic, pejabat militer yang bertanggung jawab atas pengerahan polisi militer, Ljubomir Borovcanon, Deputi Komandan Polisi Khusus Serbia; Vinko Pandurevic, Komandan Brigade yang melakukan serangan dan Drago Nikolic, Kepala Brigade Keamanan militer Serbia. Dua tersangka lainnya, juga dikenai tuduhan melakukan kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan karena menghalang-halangi bantuan ke Srebrenica


3. AS Langgar Hak Narapidana Meksiko

Washington-Amerika Serikat (AS) mengaku akan mempelajari terlebih dahulu keputusan Mahkamah Pengadilan Internasional, yang mengharuskannya meninjau kembali vonis mati atas 51 narapidana asal Meksiko.

“Kami akan mempelajarinya. Ini merupakan putusan yang sangat kompleks,” kata Juru Bicara Gedung Putih, Scott McClellan, di washington, Kamis (1/4) waktu setempat.

Mahkamah Pengadilan Internasional dalam sidang Rabu (31/3) lalu menyatakan bahwa Amerika Serikat (AS) telah melanggar hak 51 warga Meksiko yang divonis hukuman mati. Selanjutnya pihak berwenang AS diperintahkan agar kasus para terpidana mati tersebut ditinjau kembali.

Demikian putusan pengadilan yang dibentuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Den Haag, Belanda, tersebut dalam menanggapi tuntutan yang diajukan Meksiko bahwa hak para warga mereka, yang dipidana dalam kasus pembunuhan, untuk mendapat bantuan hukum dari pemerintah tidak boleh dihalangi pihak berwenang di AS. “AS harus meninjau keputusan dan hukuman yang diberikan,” kata ketua dewan hakim, Shi Jiuyong.

Dia mengatakan bahwa peninjauan kembali tersebut dapat dilakukan berdasarkan proses banding normal dalam sistem pengadilan di AS.

Namun McClellan mengatakan bahwa pihaknya tidak dapat langsung melaksanakan keputusan tersebut karena para narapidana diadili di beberapa pengadilan yang tersebar di beberapa negara bagian yang memiliki otonomi hukum.

Permohonan Banding

Mahkamah memutuskan agar pihak berwenang di AS harus menerima permohonan banding dari tiga narapidana asal Meksiko yang yang telah divonis hukuman mati. Para pejabat Meksiko memuji putusan mahkamah tersebut sebagai kemenangan hukum internasional. Mereka yakin bahwa AS akan mematuhi putusan mahkamah tersebut.

Arturo Dajer, penasihat hukum Departemen Luar Negeri Meksiko, mengatakan bahwa putusan tersebut merupakan perangkat hukum yang penting yang menentukan masa depan narapidana asal Meksiko di AS.

Departemen Kehakiman AS sampai belum memberikan tanggapan. Namun Duta Besar AS untuk Belanda, Clifford Sobel, mengatakan bahwa dia turut gembira dengan beberapa bagian dari putusan tersebut.Menurut Sobel pemerintahnya akan mempertimbangkan putusan tersebut berdasarkan wewenang pemerintah federal kepada negara bagian yang memroses kasus yang melibatkan warga Meksiko.

Putusan mahkamah tersebut bersifat mengikat, mutlak, dan tidak dapat diajukan banding. Selama ini putusan dari mahkamah tersebut jarang diabaikan. Bila salah satu pihak yang bersangkutan tidak mematuhi putusan tersebut maka dapat diadukan ke PBB.

Putusan tersebut diambil berdasarkan Konvensi Wina 1963 yang menjamin orang yang dituduh melakukan tindak kriminal serius di suatu negara asing memiliki hak untuk menghubungi pemerintahnya untuk meminta bantuan dan yang bersangkutan patut diberitahu hak hukumnya oleh pihak yang menahan.

Pihak berwenang di AS dianggap lalai memberi tahu hak hukum tersebut bagi 51 narapidana asal Meksiko. Namun, penasihat hukum AS, William Taft, berargumen bahwa Meksiko tidak berhak mencampuri sistem pengadilan negaranya berkaitan hak hukum 51 narapidana tersebut..

No comments:

Post a Comment